MEMBACA TANDA TANDA
Dalam acra yang di gelar oleh teater gema Universitas PGRI Semarang mengundang musikaslisasi puisi paradok yang sedang trendy yang berasal dari kendal Yang diselengarakan di AUDITORIUM GEDUNG PUSAT LANTAI 7. Tim paradok musikalisasi puisi yang berjudul “Membaca Tanda Tanda karya Taufik Ismail.
Sastrawan indonesia yang lahir di Bukittinggi, Sumatera barat, 25 juni 1935 dari puisi puisi yang di ciptakan Ttaufik Ismail salah satu dari puisi tersebut yaitu berjudul “ Membaca Tanda Tanda” tema puisi ini tentang alam.
Selaku penciptanya Taufik Ismail mengajak pembaca untuk dapat membaca gejala gejala alam yang terjadi di sekitar kita.
Perasaan yang terkandung dalam puisi “ Membaca Tanda Tanda” menyindir, perasaan tersebut muncul karena manusia sebagai khalifah di bumi telah merusak alam tanpa sengaja sehingga alam mulai kehilangan ekstetika. Diksi diksi yang digunakan oleh taufik mencurahkan perasaan dan isi hati penyair seperti “ kehilangan” pada bait kempat untuk mengambarkan hilangnya keasrian bahkan keindahan alam seperti daun, udara, burung, hutan. Selain itu taufik juga memilih kata kata seperti longsor,banjir, gempa. Jadi kesan yang di sampaikan taufik ismail mudah di artikan bahkan mudah di nilai dan dibaca dan diterima oleh sang pembaca.
Seperti pada bait puisi “ kita saksikan udara abu- abu warnanya / kita saksikan air daun yang semakin surut jadinya/ disini penyair benar benar melihat dan berimajinasi memrangkai objek objek sekitar sepertinya dibait resebut penyair mengalami sakit sesak karena udara atau polusi polusi sekeling sudah tak seasri dulu. Terusik dengan kerusakan yang diakibatkan tangan tangan manusia yang banyak merusak lingkungan
Bahkan dalam bait Ada sesuatu yang rasanya mulai mulai lepas dari tangan/ dan meluncur lewat sela-sela jari kita. Disini lagi lagi taufik mengutarakan isi hatinya akan kelalaian kita menjaga alam sekitar, sehinga bencana bencana itu muncul dari tangan tangan kita nakal kita tanpa kita sadari.
Selanjutnya di tegas kembali oleh taufik pada bait “ Ada sesuatu yang muncul tak begitu jelas/ tapi kini kita mulai merasakannya/ di situ taufik menjelaskan bahwa bencana itu tak pernah menunjukan kedahasatanya, tapi lama kelamaan bencana itu satu persatu muncul menyerang manusi!
“ kita saksikan udara abu-abu warnanya/ kita saksikan air dan daun yang semakin menjadi surut jadinya/ burung- burung kecil tak lagi berkicau pagi hari/Hutan kehilangan ranting/Ranting kehilangan daun/Daun kehilangan dahan/Dahan kehilangan hutan/.
Taufik dalam bait tersebut lagi lagi ingin rasanya murka oleh ulah manusia. Bencana kini mulai timbul satu persatu “ udara abu abu warnanya “ kata kata dimaksukan karena polusi udara yang kian membutakan Bumi dan menggangu pernafasan manusia. Air dan danau sungai surut dan kering sehinga populasi hewan seperti burung burung yang biasanya berkicau di pagi hari. Efek dari populasi udara yang mengakibatkan “ Global warming “ yaitu di matang kan lagi pada sajak hutan tidak memiliki ranting, ranting tidak memiliki daun, daun tidak memiliki dahan, dan pada akhirnya kita tidak memiliki hutan. Hanya gersanglah yang menghiasi bumi.
“ kita saksikan gunung membawa abu/ abu membawa batu/ batu membawa lindu/lindu membawa longsor/longsor membawa air/air membawa banjir/banjir air mata/ kita telah saksikan seribu tanda tanda/bisahkah kita membaca tanda tanda/
Taufik ingin menyampaikan bahwa alam telah mengamuk, dari gunung berapi, longsor banjir telah menumpah kan air mata manusia tangisan manusia yang tak terhentikan akibat amukan alam.
Dalam bait bait terakhirnya terdapat unsur intrisik puisi taufik ismail yaitu “ ampuni dosa dosa kami” pada akhirnya manusia bisah menyesali dan meratapi apa yang akan terjadi.
Manamun semuanya terlambat untuk disesali “tapi kini kami mulai merindukanya” disisi lain, manusia(kita) merindukan keadaan alam yang asri, yang bebas dari polusi atau global Warming. Merindukan keadaan alam yang nyaman dan aman.
Komentar
Posting Komentar